Selamat Datang Di KUA Kec. Pancoran Kota Administrasi Jakarta Selatan. Kami Siap Melayani Anda dengan Paradigma Baru. Tarif Pelayanan Pencatatan Nikah di Kantor KUA Rp. 0,- dan Jika dikehendaki Pelaksanaan Akad Nikah di luar KUA diwajibkan menyetor Rp.600.000,- ke Kas Negara.

Kamis, 08 September 2011

Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974

Undang-undang Republik Indonesia  
Nomor 1 Tahun 1974 
Tentang  
Perkawinan 
DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
  
Menimbang : 
bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum nasional, 
perlu adanya Undang-undang tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara. 
Mengingat: 
1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1) dan pasal 29 Undang-undang Dasar 1945.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973.
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 
M E M U T U S K A N: 


Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINAN.
Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)
1BAB I  
DASAR PERKAWINAN
  
Pasal 1
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang  pria dan seorang wanita sebagai
suami istri  dengan tujuan membentuk  keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan 
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 
Pasal 2
(1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan 
kepercayaannya itu. 
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 3
(1) Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri. 
Seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami. 
(2)  Pengadilan, dapat  memberi izin kepada seorang  suami untuk  beristeri lebih  dari 
seorang apabila dikendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Pasal 4
(1) Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam 
pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan
di daerah tempat tinggalnya. 
(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal  ini hanya memberi izin kepada suami yang
akan beristri lebih dari seorang apabila: 
a. istri tidak dapat memnjalankan kewajibannya sebagai isteri; 
b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. istri tidak dapat melahirkan keturunan. 
Pasal 5
(1)  Untuk  dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana  dimaksud dalam
pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini harus memenuhi syarat-syarat berikut: 
a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri; 
b. adanya kepastian  bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteriisteri dan anak-anak mereka. 
c. adanya jaminan  bahwa suami akan  berlaku adil terhadap isteri-isteri  dan anak-anak 
mereka. 
Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)
2(2)  Persetujuan yang dimaksud  dalam ayat (1) huruf a pasal ini tidak  diperlukan bagi
seorang  suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai  persetujuannya dan 
tidak  dapat menjadi pihak  dalam  perjanjian;atau apabila tidak  ada  kaber dari istrinya 
selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun atau karena sebab-sebab  lainnya  yang  perlu
mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan. 
BAB II  
SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
  
Pasal 6
(1) Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. 
(2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh
satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua. 
(3) Dalam hal seorang  dari kedua orang tua meninggal dunia atau dalam keadaan tidak 
mampu menyatakan kehendaknya, maka  izin yang dimaksud  ayat (2) pasal ini cukup
diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan 
kehendaknya.
(4) dalam hal kedua  orang tua telah meninggal dunia atau dalam  keadaan tidak mampu 
untuk menyatakan kehendaknya, maka izin  diperoleh dari wali  orang yang  memelihara 
atau keluarga yang mempunyai hubungan  darah dalam garis keturunan lurus ke atas 
selama mereka masih hidup dan dalam keadaan menyatakan kehendaknya. 
(5) Dalam hal ada perbedaan antara orang-orang yang dimaksud dalam ayat (2), (3) dan (4)
pasal  ini, atau salah seorang atau  lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, 
maka Pengadilan  dalam daerah tempat tinggal orang yang akan melangsungkan 
perkawinan atas  permintaan orang tersebut  dapat memberikan ijin  setelah lebih dahulu 
mendengar orang-orang yang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) dalam pasal ini. 
(6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukun 
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu  dari yang bersangkutan tidak 
menentukan lain. 
Pasal 7
(1) Perkawinan hanya  diizinkan bila piha  pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun
dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun. 
(2) Dalam  hal penyimpangan  dalam ayat (1) pasal ini  dapat minta dispensasi kepada
Pengadilan  atau  pejabat lain yang diminta  oleh kedua  orang tua pihak  pria atau pihak 
wanita. 
(3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah  seorang atau kedua orang  tua  tersebut 
pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi
tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (6).
Pasal 8
Perkawinan dilarang antara dua orang yang: 
Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)
3a. berhubungan darah dalan garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas; 
b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara,
antara seorang dengan seorang saudara orang tua dan antara seorang dengan
saudara neneknya; 
c. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri; 
d. berhubungan susuan, anak susuan, saudara dan bibi/paman susuan; 
e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, 
dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang; 
f. yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau praturan lain yang berlaku 
dilarang kawin. 
Pasal 9
Seorang yang terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak  dapat kawin lagi, kecuali
dalam hal yang tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) dan dalam Pasal 4 Undang-undang ini. 
Pasal 10
Apabila suami dan istri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi
untuk kedua kalinya, maka diantara mereka  tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi,
sepanjang  hukum, masing-masing agama dan kepercayaan itu dari yang bersangkutan 
tidak menentukan lain.
Pasal 11
(1) Bagi seorang yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu. 
(2) Tenggang waktu jangka waktu tunggu tersebut ayat (1) akan  diatur dalam  Peraturan 
Pemerintah lebih lanjut. 
Pasal 12
Tata cara perkawinan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.  
BAB III  
PENCEGAHAN PERKAWINAN
Pasal 13
Perkawinan dapat dicegah apabila ada  orang yang tidak  memenuhi  syarat-syarat untuk 
melangsungkan perkawinan. 
Pasal 14
(1) Yang dapat mencegah perkawinan adalah  para keluarga dalam garis keturunan lurus 
ke atas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali pengampu dari salah seorang calon 
mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan. 
(2) Mereka  yang tersebut dalam ayat (1) pasal  ini berhak juga mencegah berlangsungnya 
perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai  berada di  bawah pengampuan, 
sehingga dengan perkawinan  tersebut  nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi 
calon  mempelai yang lain, yang mempunyai  hubungan  dengan orang-orang seperti yang 
tersebut dalam ayat (1) pasal ini. 
Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)
4Pasal 15
Barang siapa yang karena perkawinan dirinya masih terikat dengan salah satu dari kedua 
belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan, dapat mencegah perkawinan yang 
baru dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 3 ayat (2) dan pasal 4 Undang-undang ini.
Pasal 16
(1) Pejabat  yang ditunjuk  berkewajiban mencegah  berlangsungnya perkawinan apabila 
ketentuan-ketentuan dalam Pasal  7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 12
Undang-undang ini tidak dipenuhi.
Pasal 17
(1) Pencegahan perkawinan diajukan kepada  Pengadilan  dalam daerah hukum  dimana
perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan juga kepada pegawai pencatat
perkawinan.
(2) Kepada calon-calon mempelai diberitahukan mengenai permohonan  pencegahan 
perkawinan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini oleh pegawai pencatat perkawinan. 
Pasal 18
Pencegahan perkawinan dapat  dicabut dengan putusan Pengadilan atau dengan menarik
kembali permohonan pencegahan pada Pengadilan oleh yang mencegah.
Pasal 19
Perkawinan tidak dapat dilangsungkan apabila pencegahan belum dicabut.
Pasal 20
Pegawai pencatat perkawinan tidak diperbolehkan melangsungkan atau  membantu 
melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan dalam
Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9< Pasal 10, dan Pasal 12 Undang-undang ini meskipun
tidak ada pencegahan perkawinan. 
Pasal 21
(1) Jika pegawai  pencatat perkawinan berpendapat  bahwa terhadap perkawinan  tersebut 
ada larangan menurut Undang-undang ini, maka ia  akan  menolak melangsungkan 
perkawinan.
(2) Di dalam hal penolakan, maka permintaan salah satu pihak yang ingin melangsungkan 
perkawinan yang oleh pegawai pencaatat perkawinan  akan diberikan suatu keterangan 
tertulis dari penolakkan tersebut disertai dengan alasan-alasan penolakannya.  
(3) Para pihak yang  perkawinannya ditolak berhak mengajukan  permohonan kepada 
Pengadilan  di dalam  wilayah mana pegawai pencatat perkawinan yang mengadakan 
penolakan  berkedudukan untuk memberikan putusan, dengan  menyerahkan surat 
keterangan penolakkan tersebut di atas. 
(4) Pengadilan akan  memeriksa  perkaranya  dengan acara singkat dan akanmemberikan 
ketetapan,  apakah ia akan  menguatkan penolakkan tersebut ataukah memerintahkan, 
agar supaya perkawinan dilangsungkan. 
Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)
5(5) Ketetapan ini hilang kekuatannya, jika  rintangan-rintangan yang mengakibatkan
penolakan  tersebut hilang dan  pada pihak yang ingin kawin dapat mengulangi 
pemberitahukan tentang maksud mereka. 
BAB IV  
BATALNYA PERKAWINAN
Pasal 22
Perkawinan dapat  dibatalkan apabila para  pihak tidak memenuhi syarat-syarat  untuk 
melangsungkan perkawinan. 
Pasal 23
Yang dapat mengajukan Pembatalan perkawinan yaitu: 
a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri. 
b. Suami atau isteri. 
c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan. 
d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang ini dan setiap orang 
mempunyai kepentingan hukum  secara langsung terhadap  perkawinan tersebut, tetapi 
hanya setelah perkawinan itu putus. 
Pasal 24
Barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah 
pihak dan atas dasar  masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan 
perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3  ayat (2) dan Pasal 4 
Undang-undang ini. 
Pasal 25
Permihonan pembatalan perkawinan diajukan kepada  Pengadilan dalam daerah hukum 
dimana perkawinan dilangsungkan ditempat tinggal kedua suami isteri, suami atau isteri. 
Pasal 26
(1)  Perkawinan yang  dilangsungkan dimuka pegawai  pencatat perkawinan yang tidak
berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua)
orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh keluarga dalam garis keturunan lurus 
ke atas dari suami atau isteri, jaksa dan suami atau isteri. 
(2) Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasrkan alasan dalam ayat (1) pasal 
ini gugur  apabila mereka setelah hidup  bersama sebagai suami isteri dan dapat
memperlihatkan akte perkawinan yang tidak  berwenang dan perkawinan harus 
diperbaharui supaya sah. 
Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)
6Pasal 27
(1) Seorang suami  atau isteri  dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan 
apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum. 
(2) Seorang suami  atau isteri  dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan 
apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami 
atau isteri. 
(3) Apabila ancaman  telah  berhenti, atau yang bersalah sangka itu telah menyadari
keadaannya, dan dalam jangka waktu  6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup 
sebagai suami isteri, dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan 
pembatalan, maka haknya gugur. 
Pasal 28
(1) Batalnya suatu perkawinan dimulai  setelah  keputusan Pengadilan mempunyai 
kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak berlangsungnya perkawinan. 
(2) Keputusan tidak berlaku surut terhadap : 
a. anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut; 
b. suami atau isteri yang bertindak dengan  itikad baik, kecuali terhadap harta bersama 
bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu. 
c. Orang-orang ketiga lainnya termasuk dalam a dan b sepanjang mereka memperoleh hakhak dengan  itikad baik  sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai  kekuatan 
hukum tetap. 
BAB V  
PERJANJIAN PERKAWINAN
Pasal 29
(1) Pada waktu atau sebelum  perkawinan dilangsungkan kedua belah  pihak atas
persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertilis yang disahkan oleh pegawai 
pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut. 
(2)  Perkawinan tersebut tidak dapat disahkan bilamana  melanggar batas-batas  hukum,
agama dan kesusilaan.
(3) Perjanjian tersebut dimulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
(4) Selama perkawinan dilangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari
kedua belah pihak ada persetujuan untuk  mengubah  dan  perubahan tidak  merugikan
pihak ketiga.
Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)
7BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTERI
Pasal 30
Suami-isteri memikul kewajiban  yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang 
menjadi sendi dasar susunan masyarakat. 
Pasal 31
(1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. 
(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3) Suami adalah Kepala Keluarga dan isteri ibu rumah tangga. 
Pasal 32
(1) Suami-isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap. 
(2) Rumah tempat kediaman yang dimaksudkan  dalam  ayat (1) pasal ini ditentukan oleh
suami-isteri bersama.  
Pasal 33
Suami  isteri wajib saling saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi 
bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain. 
Pasal 34
(1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup 
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. 
(2) Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya. 
(3) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan 
gugatan kepada Pengadilan. 
BAB VII 
HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN
Pasal 35
(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama 
(2) Harta bawaan dari masing-masing suami  dan isteri dan harta benda yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing 
sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)
8Pasal 36
(1)  Mengenai harta  bersama, suami atau isteri dapat bertindak  atas persetujuan kedua 
belah pihak. 
(2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami isteri mempunyai hak sepenuhnya 
untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.  
Pasal 37
Bila perkawinan putus karena perceraian, harta benda diatur menurut hukumnya masingmasing. 
BAB VIII  
PUTUSNYA PERKAWINAN SERTA AKIBATNYA
Pasal 38
Perkawinan dapat putus karena:
a. Kematian, 
b. Perceraian dan  
c. atas keputusan Pengadilan. 
Pasal 39
(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang 
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
(2) Untuk  melakukan  perceraian harus ada  cukup alasan bahwa antara suami istri itu 
tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri.
(3) Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan
tersebut. 
Pasal 40
(1) Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan. 
(2) Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan
perundangan tersendiri. 
Pasal 41
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah: 
a. Baik ibuatau bapak tetap  berkewajiban  memelihara dan mendidik  anak-anaknya,
semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada  perselisihan  mengenai 
penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusan. 
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan  dan  pendidikan yang
diperlukan  anak itu, bilaman bapak dalam  kenyataannya tidak  dapt memberi kewajiban 
tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya tersebut. 
Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)
9c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya 
penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri. 
BAB IX  
KEDUDUKAN ANAK
Pasal 42
Anak yang sah  adalah anak  yang dilahirkan dalam atau sebagai  akibat perkawinan  yang 
sah. 
Pasal 43
(1) Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan
ibunya dan keluarga ibunya. 
(2) Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan  diatur dalam  Peraturan
Pemerintah.
Pasal 44
(1) Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya, bilamana 
ia dapat membuktikan  bahwa isterinya telah  berzina dan anak  itu akibat dari perzinaan 
tersebut. 
(2) Pengadilan memberikan keputusan  tentang sah/tidaknya anak atas permintaan pihak 
yang berkepentingan. 
BAB X  
HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK
Pasal 45
(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan menddidik anak-anak mereka sebaik-baiknya 
(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat  (1) pasal  ini berlaku sampai anak  itu
kawin atau dapat berdiri sendiri kewajiban mana berlaku terus  meskipun perkawinan
antara kedua orang tua putus. 
Pasal 46
(1) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik. 
(2) Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan 
keluarga dalam garis lurus ke atas bnila mereka itu memerlukan bantuannya.
Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)
10Pasal 47
(1)  Anak yang belum  mencapai umur  18 ( delapan belas ) tahun  atau belum pernah 
melangsungkan  perkawinan ada di bawah  kekuasaan  orang tuanya selama mereka tidak 
dicabut dari kekuasaannya. 
(2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di 
luar Pengadilan. 
Pasal 48
Orang tua  tidak  diperbolehkan memindahkan hak atau  menggandakan barang-barang 
tetap yang dimiliki  anaknya yang  belum  berumur  18 (delapan belas) tahun  atau belum 
pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu
menghendakinya. 
Pasal 49
(1) Salah  seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang 
anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga
anak dalam garis lurus ke atas dan saidara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang
berwenang dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal : 
a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya; 
b. Ia berkelakuan buruk sekali. 
(2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih berkewajiban untuk 
memberi pemeliharaan kepada anak tersebut. 
BAB XI
PERWAKILAN
Pasal 50
(1)  Anak yang belum mencapai umur 18  (delapan belas) tahun  atau  belum pernah 
melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di 
bawah kekuasaan wali. 
(2) Perwakilan itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya. 
Pasal 51
(1) Wali  dapat  ditunjuk  oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang  tua, 
sebelum ia meninggal,  dengan surat wasiat  atau  dengan lisan  di hadapan 2 (dua) orang
saksi. 
(2) Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah 
dewasa, berpikiran sehat, adil, jujurdan berkelakuan baik. 
(3) Wali wajib mengurus anak yang di bawah penguasaannya dan harta bendanya sebaikbaiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan itu. 
Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)
11(4) Wali wajib membuat daftar harta benda yang berada  di bawah  kekuasaannya pada
waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan harta benda anak
atau anak-anak itu. 
(5) Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di bawah perwaliannya 
serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya. 
Pasal 52
Terhadap wali berlaku juga pasal 48 Undang-undang ini. 
Pasal 53
(1) Wali  dapat di cabut  dari kekuasaannya,  dalam hal-hal  yang tersebut dalam  pasal  49 
Undang-undang ini. 
(2) Dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut, sebagaimna dimaksud pada ayat (1) pasal 
ini oleh Pengadilan ditunjuk orang lain sebagai wali. 
Pasal 54
Wali yang  telah menyebabkan  kerugian  kepada harta benda anak yang  di bawah
kekuasaannya, atas tuntutan anak  atau keluarga tersebut dengan keputisan Pengadilan,
yang bersangkutan dapat di wajibkan untuk mengganti kerugian tersebut. 
BAB XII  
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Bagian Pertama 
Pembuktian Asal-usul Anak
Pasal 55
(1) Asal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akte kelahiran yang authentik, 
yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
(2) Bila akte kelahiran tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak ada, maka pengadilan dapat 
mengeluarkan penetapan tentang asal-usul  seorang anak setelah  diadakan  pemeriksaan
yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat.
(3) atas dasar ketentuan Pengadilan tersebut ayat (2) ini, maka instansi pencatat kelahiran 
yang ada  dalam daerah hukum Pengadilan  yang bersangkutan mengeluarkan akte
kelahiran bagi anak yang bersangkutan. 
Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)
12Bagian Kedua
Perkawinan di Luar Indonesia
Pasal 56
(1) Perkawinan di  Indonesia antara dua  orang warganegara  Indonesia atau seorang 
warganegara  Indonesia dengan warga negara Asing adalah sah bilamana dilakukan 
menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi
warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan Undang-undang ini. 
(2) Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami istri itu kembali di wilayah Indonesia, surat 
bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatat perkawinan tempat tinggal
mereka. 
Bagian Ketiga 
Perkawinan Campuran
Pasal 57
Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan
antara dua orang yang di Indonesia tunduk  pada hukum yang berlainan, karena
perbedaan kewarga-negaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. 
Pasal 58
Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan
campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/istrinya  dan dapat pula
kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undangundang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku.
Pasal 59
(1) Kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan atau putusnya perkawinan
menentukan hukum yang berlaku, baik mengenai hukum publik maupun hukum perdata. 
(2) Perkawinan campuran yang dilangsungkan di  Indonesia dilakukan menurut Undangundang perkawinan ini.
Pasal 60
(1) Perkawinan campuran tidak dapat dilaksanakan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat 
perkawinan yang ditentukan oleh pihak masing-masing telah dipenuhi.
(2) Untuk membuktikan bahwa  syarat-syarat tersebut  dalam  ayat (1) telah dipenuhi  dan 
karena itu tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan campuran maka  oleh
mereka yang menurut hukum yang  berlaku bagi pihak  masing-masing berwenang 
mencatat perkawinan, diberikan surat keterangan bahwa syarat-syarat telah dipenuhi. 
(3) Jika pejabat yang  bersangkutan menolak  untuk memberikan surat keterangan itu,
maka atas  permintaan yang berkepentingan,  Pengadilan  memberikan keputusan dengan
tidak beracara serta tidak  boleh  dimintakan banding  lagi tentang soal apakah penolakan 
pemberian surat keterangan itu beralasan atau tidak.
Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)
13(4) Jika Pengadilan memutuskan bahwa  penolakan tidak beralasan, maka keputusan itu 
menjadi pengganti keterangan tersebut ayat (3).
(5) Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak mempunyai kekuatan lagi
jika perkawinan itu tidak dilangsungkan dalam masa 6 (enam) bulan sesudah keterangan 
itu diberikan.
Pasal 61
(1) Perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang berwenang. 
(2) Barang siapa yang melangsungkan perkawinan campuran tampa memperlihatkan lebih
dahulu kepada pegawai pencatat yang berwenang surat keterangan atau  keputusan
pengganti keterangan yang disebut pasal 60 ayat (4) Undang-undang ini dihukum dengan
hukuman kurungan selama-lamanya 1(satu) bulan. 
(3) Pegawai pencatat perkawinan yang mencatat perkawinan sedangkan ia  mengetaui 
bahwa  keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak ada, dihukum dengan 
hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan dihukum jabatan. 
Pasal 62
Dalam perkawinan campuran kedudukan anak diatur sesuai dengan  Pasal 59  ayat  (1) 
Undang-undang ini. 
Bagian Keempat 
Pengadilan
Pasal 63
(1) Yang dimaksudkan dengan Pengadilan dalam Undang-undang ini ialah: 
a. Pengadilan agama mereka yang beragama Islam. 
b. Pengadilan Umum bagi yang lainnya. 
(2) Setiap keputusan Pengadilan Agama dikukuhkan oleh Pengadilan Umum.  
BAB XIII  
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang tejadi
sebelum Undang-undang ini berlaku yang dijalankan menurut peraturan-peraturan lama, 
adalah sah.
Pasal 65
(1) dalam  hal  seorang suami beristeri  lebih  dari seorang baik berdasarkan hukum lama
maupun  berdasarkan  Pasal  3  ayat (2) Undang-undang ini maka berlakulah  ketentuanketentuan berikut: 
Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)
14a. Suami wajib memberikan jaminan hidup yang sama kepada semua isteri dan anaknya; 
b. Isteri yang kedua dan seterusnya tidak mempunyai hak atas harta bersama yang telah 
ada sebelum perkawinan dengan isteri kedua atau berikutnya itu terjadi; 
c. Semua isteri  mempunyai hak  yang sama atas harta bersama yang terjadi sejak 
perkawinannya masing-masing. 
(2) Jika Pengadilan yang memberi izin untuk beristeri lebih dari seorang menurut Undangundang ini tidak menentukan lain, maka  berlakulah ketentuan-ketentuan ayat (1) pasal 
ini. 
BAB XIV  
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan 
atas Undang-undang ini, maka dengan berlakunya Undang-undang ini ketentuanketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (burgelijk Wetboek),
Ordinansi Perkawinan Indonesia Kristen  (Huwelijk Ordanantie Christen Indonesia 1933
No.74, Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op gemeng  de Huwelijken S.1898  No. 
158), dan Peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur 
dalam Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 67
(1) Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya, yang pelaksanaanya
secara efektif lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. 
(2)  Hal-hal  dalam Undang-undang ini yang memerlukan pengaturan pelaksanaan,  diatur 
lebuh lanjut oleh Peraturan Pemerintah. 
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundang Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 
Disahkan di Jakarta,
pada tanggal 2 Januari 1974
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 
SOEHARTO
JENDERAL TNI.
Diundangkan di Jakarta,
pada tanggal 2 Januari 1974
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA R.I
SUDHARMONO, SH. 
MAYOR JENDERAL TNI.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1974 NOMOR 1 
Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)
15

0 komentar:

Posting Komentar